Senin, 07 Desember 2009

Is or Was!

oleh: Mam_Chineese, XII IPS 1

Berawal dari kegelisahan hatiku di sepertiga malam. Aku tak pernah tahu apa itu rasa. Apa aku yang terlalu naif memahami setiap getaran hatinya? Entahlah, seingatku dia berharga. Dia sahabat kecilku dan dia juga bagian dari masa laluku. Ketika ku terluka dia datang dengan penuh tawa, dia mampu menggantikan sosok kakak yang sangat aku impikan.
Tak sengaja aku baca kertas putih itu, antologi cerpen anak sanggar yang kini dia geluti. Air mataku jatuh, mengalir di setiap lekukan wajahku. Aku berusaha memahami perasaannya. Akulah yang salah dari persahabatan ini. Seharusnya aku sadar atas semuanya, seharusnya aku tidak membiarkan rasa itu ada. Aku tak pernah tahu dan bahkan aku tak sadar.
Dua belas tahun bukan waktu yang sebentar untuk mengerti seorang sahabat, tapi kenapa aku tak pernah tahu tulisan itu. Aku tidak mau menggubris hal itu terlalu dalam. Jika aku yang dia maksud dalam kisah itu, ku hanya bisa berkata,”maafkan aku, mungkin kita bukan sahabat. Aku tak akan marah tentang rasa itu, tapi aku butuh waktu untuk melupakanmu, pun dengan semua yang pernah kita jalani.” Aku harus bisa melupakannya, melupakan vando dan cincin itu. Karena sebenarnya akulah yang terlalu berharap akan hadirnya seorang saudara yang slalu mengerti aku. Mungkin aku terlalu manja untuk semuanya, tapi aku benar-benar merasa sepi, hidup dalam kesibukan kedua orang tuaku. Ok! Beliau sayang aku, tapi ini beda. Kenapa harus dia dan karya itu Tuhan?.
Sepuluh tahun yang lalu, dia pakaikan vando terbuat dari bunga ladang untukku. namun akhirnya kita harus terpisah, karena asa kita berbeda. Enam tahun lalu aku bingkis cincin itu untuknya, untuk mengikat persahabatan dan janji seorang sahabat. Kini, aku enam tahun tidak bersamanya, namun dia tak pernah berubah dalam persahabatan ini. Dia tetaplah sahabat kecilku. Itulah yang buatku sedih, menangis dan kecewa, kenapa ditengah kerenggangan persahabatan ini, kisah itu ada.
Aku fikir ini hanya sebentar, tapi sekarang aku ikhlas untuk selamanya.Mungkin aku memang serpihan masa lalunya, karena itu izinkan aku barkata”maafkan aku atas semuanya, jaga dirimu baik-baik. Lupakan kata indah yang sempat menjadi simbol persahabatan kita! “Is or was? You are is the best friend”. Makasih atas hitam dalam putihmu”.
Munkin dia benar, aku menyayanginya bukan dasar merah jambu, karena memilihnya adalah sahabat yang abadi, yang kemudian aku merasa dia saudaraku.
Tak ada yang bisa membaca jiwa seseorang. Ketika dituangkan dalam karya, orang lain akan berbeda dalam mengartikan kata demi kata. Aku hanya bisa berbisik karena aku tak mampu melukiskan semuanya “jangan kau rangkul aku dengan puisi dan kisah-kisahmu, karena sebenarnya kau tak pernah berfikir tentang apa yang sedang kamu tulis, siapa dan bagaimana prasaannya?”. Aku kecewa dan pada akhirnya luka itu akan slalu membekas.
Seandainya mata itu slalu melihat, telinga slalu mendengar dan hati slalu punya prasaan, semuanya tak akan seperti ini. Mungkin dia lupa bagaimana aku mempertarukan kebaikannya didepan orang tuaku. Tapi sekarang semuanya sirna, dialah yang memadamkan persahabatan ini dengan sendirinya. Aku tak punya hak untuk semuanya.Biarlah waktu yang bicara.
Mungkin dia fikir menjadi seniman itu mudah, menjadi terkenal dan mengerti orang lain itu gampang, sampai akhirnya aku muak dengan semuanya. Aku tau usaha itu sembilan puluh persen jadi nyata, tapi seingatku aku tak pernah punya sahabat yang “bodoh”. Ini satu kali dalam sejarah.
Aku tak pernah berfikir akan meningglkannya, meninggalkan sahabat, saudara yang sangat aku abadikan namanya, tapi sekarang aku merasa harus meninggalakannya. Kita sama-sama punya pilihan dan berhak memilih.Pilihanku adalah menjauh darinya.Sebelum matahari terbit, setelah senja kembali kembali menghilang, aku ikhlas dengan semua yang telah terjadi, meskipun aku tau itu menyakitkan untukku.Tapi aku tak ingin persahabatan ini menjadi terkotori dengan rasa yang tak pernah dia inginkan sebelumnya.Tak ada yang salah, apa lagi rasa yang sudah terlanjur ada untukku, hanya saja aku tak pernah inginkan semuanya terjadi. Kejadiannya begitu cepat, aku masih belum siap untuk semuanya, tapi ini nyata. Sudahlah mungkin persahabatan ini hanya sampai disini.
“Sebelum gerimis turun, sebelum mentari kembali menyaksikan isakanku,permintaanku hanya satu, Pergilah! Jauhi aku, Jauhi aku untuk semuanya, atau aku yang akan pergi?”
Pada akhirnya, aku hanya punya satu kenangan dan sejarah. Aku tak mungkin miliki semua tentang sahabat apalagi saudara, tapi aku punya sejarah yang tak dimiliki kebanyakan orang. Dan akhirnya persahabatan ini berakhir. Disini 18 Nopember 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar