Kamis, 17 Desember 2009

LOVE MY FRIEND

Oleh: UY, X IPS 5

Sudah tiga tahun aku mengenalnya, tepatnya waktu aku baru masuk ke SLTP. Hari-hari yang indah kami lalui bersama meski waktu itu aku dan dia hanyalah teman biasa. Namun menjelang kelulusan siswa kelas IX, sikapnya mulai berubah. Dia tidak lagi mencandai aku dan menjemputku pulang bahkan untuk mengantarku. Sekarang dia sibuk dengan Sisi, murid pindahan baru. Dia telah menarik perhatian Arif dariku. Dan parahnya lagi, aku tidak suka melihat keakraban mereka, entah mengapa aku berpikir kalau Sisi telah merebut Arif dariku, padahal…
Apakah ini yang namanya cinta?
Kenapa cinta itu hadir sekarang?
Kenapa tidak dulu sebelum Sisi hadir dalam kehidupan Arif?
Ah… ataukah itu hanya perasaanku saja?
Kini tinggal dua hari menjelang pelulusan, siang itu aku berjalan sendiri menyusuri lorong panas yang sunyi. Aku tak melihat Arif, tapi aku mendengar dia memanggilku. Aku menoleh, dia menatapku dan tersenyum. Senyumnya membuatku luluh tak bisa berkata apa pu. Aku hanya menunduk, aku pun tak mampu melihat senyuman mautnya. Saat itu ada debaran aneh dalam diriku, aku ingin berbalik dan hendak berjalan. Tapi…
“Ais… kamu kenapa?”, tangannya sambil mencegah langkahku. Aku menundukkan kepalaku dan menggeleng lemah, lalu aku beranjak pergi menjauhi dirinya.
“Ais… aku tau kamu…”, Arif tak meneruskan kata-katanya. Aku menghentikan langkahku, jangan-jangan Arif tau tentang perasaanku. Aku segera menoleh.
“Tau apa?”, tanyaku sambil tersenyum dan pura-pura tidak tau.
“Kamu marah sama Alin, kan? Gara-gara dia menumpahkan air ke makalah kamu, kan?”, jelasnya membuatku bernapas lega.
“Sok tau kamu, Rif”, timpalku dan melanjutkan langkah kakiku yang tadi terhenti. Ah… Arif menyangka aku masih marah sama Alin, padahal ada masalah lain yang terkunci dalam hatiku.
“Ais… benar, kan?”, buru Arif penasaran.
“Salah!”.
Arif menatapku tak mengerti. Aku tau kalau dia sudah menangkap keanehanku beberapa hari ini.
“Ais, kamu kenapa?”, tanyanya lagi sambil menarik tanganku. Aku terkejut seketika karena baru kali ini dia memegang tanganku. Ketika itu, dia perlahan melepas tanganku.
“Ais, dua hari lagi pengumuman pelulusan, aku ingin tau bagaimana perasaanmu.”
“Apa? Perasaanku? Biasa ajalah, Rif.”
“jujur.” Arif terdiam.”Aku tidak ingin pisah dari kamu, sudah aku coba menjauh darimu, tapi tidak bisa. Malah menyiksa batinku.”
“Maksud kamu?”, tiba-tiba jantungku berdebar hebat.
“Kamu mau mondok, kan? Aku mendengar percakapanmu dengan Alin.”
“Iya. Aku akan mondok. Abahku akan memondokkan aku. Kenapa? Kamu keberatan?.”
“Karena aku sadar, kalau aku mencintaimu. Aku tidak bisa menahan perasaan ini, karena aku tidak mau kehilanganmu dan berpisah denganmu.”
“Tidak. Cinta akan tetap di hatimu kalau kau benar cinta dan ingin selalu bersamaku. Relakan aku mondok karena ini demi kebaikan kita.”
“Seandainya aku bisa memelukmu dan merangkul tubuhmu, aku tidak akan melepaskanmu dan aku akan rangkul tubuhmu erat-erat.”
“Ingat dosa! Kita bukan muhrim. Dan kalau kau bisa, meletakkan kedudukanku di hatimu dan kau menjaganya, aku yakin kita akan bersama. Dan lagi pula, hanya tiga tahun. Dan aku juga mencintaimu.”
Senyum maut pun terlihat di bibirnya, kegembiraannya mulai terlintas. Dan aku yakin perasaan kita berdua akan menyatu walaupun akan jauh terhalang oleh waktu.

Gagal, Aku Marah!

oleh: Rara Zarary, XI IPS 3

Aku adalah orang yang gagal
Berjuang mati-matian dimedan perang
Kalah, karena kekurangan pedang
Dan mati tertusuk pedang

Mereka bukan lawan
Bahkan musuh, itu bukan

Mereka hanyalah sekelompok manusia
Yang menjadi kawan bersaing
Tuk mendahului jiwa yang terang
Meski jalan terlalu petang, tuk jadi perantara

Memuja-Mu
Sungguh aku tak lagi kuasa
Sakit ini mendera
Sumpah, aku seperti sampah…

Dibuang pada selokan
Lalu dibakar, dikubur
Dan aku mati, manjalani hidup
Didalam tanah yang bersuasana sunyi.

Kalah Itu Luka

Oleh: Rara Zarary, XI IPS 4

Cukup!
Aku tak mau lagi menengadahkan tanganku
Aku malu, kecewa tak ada yang peduli
Dan semua itu menyakitkan…

Aku tahu, itu sebuah perjuangan
Yang dulu kau ajarkan padaku
Tapi nyatanya tak menjanjikan
Aku tak lagi dianggap pejuang

Malah, aku adalah binatang
Yang tercium menjadi bangkai
Apa yang kau ajarkan tuk mengeja abjad
Telah melumpuhkan penaku tuk berlayar

Aku kalah padanya, juga mereka
Yang sempat menggetarkanku
Dengan puji agung mereka
Tak ayal bila kalah membuatku hancur

Lalu, salahkah aku
Bila tak lagi ingin bertarung?

TAK SEINDAH SHEBA...

Ulfatun hasanah, XII Prog. Keagamaan

بسم الله الرحمن الرحيم السلام على من اتبع الهدى اما بعد.

Hud-hud mencengkram kata-kata
mendaratkannya di pangkuan Sheba
setelah kabar Ia lontarkan pada Sang raja
bahwa telah ada Ratu cantik jelita;
_dengan bergetar hatinya
telah tertulis kisah asmara mulia
dalam kandungan sejarah yang sangat lama
dan melahirkan kasih sepanjang masa,

Namun tidak padaku yang sendiri
tak ada surat ataupun hati
yang singgah di lembah jiwaku yang selalu sepi
bagai boneka_ku dalam jeruji api
tak ada yang berani
tuk sekedar menghampiri

Bukan rasa yang bernafsu
menulis suratpun Sulaiman berwudlu
mengharap dia yang Majusi_Tawadu
berpaling dari kepercayaan semu
dan… kembali pada tuhan yang tak bersekutu

Aku berharap sama
dia datang atas satu cinta
Satu kekuatan jiwa
Satu kesetiaan rasa
Satu_dalam hatinya
dalam dekapan Penguasa


Tess…
kristal kesedihan jatuh dari sudut mataku
Tess, tess, tess…
tambah deras ia membanjiri pilu
tak kuasa ku menahan haru
kala ku membuka lembaran bisu
setelah lama tak ku pangku
dan…kumembacanya dengan bibir kaku

Aku terpaku…
Surat yang Sulaiman ramu dengan basmalah
telah luntur digerogoti sejarah
Kata yang Sulaiman rangkai sehabis wudlu
telah lama sirna ditelan nafsu
Diksi yang Sulaiman pilih di sela-sela shalat
harus pupus dibelenggu bisikan setan terlaknat

rasa itu sudah tak seindah sulaman Nabi
yang selalu dihiasi dengan motiv rasa pada ilahi;
dapatkah kugapai cinta murni saat ini?




TAK SEINDAH SHEBA...

Ulfatun hasanah, XII Prog. Keagamaan

بسم الله الرحمن الرحيم السلام على من اتبع الهدى اما بعد.

Hud-hud mencengkram kata-kata
mendaratkannya di pangkuan Sheba
setelah kabar Ia lontarkan pada Sang raja
bahwa telah ada Ratu cantik jelita;
_dengan bergetar hatinya
telah tertulis kisah asmara mulia
dalam kandungan sejarah yang sangat lama
dan melahirkan kasih sepanjang masa,

Namun tidak padaku yang sendiri
tak ada surat ataupun hati
yang singgah di lembah jiwaku yang selalu sepi
bagai boneka_ku dalam jeruji api
tak ada yang berani
tuk sekedar menghampiri

Bukan rasa yang bernafsu
menulis suratpun Sulaiman berwudlu
mengharap dia yang Majusi_Tawadu
berpaling dari kepercayaan semu
dan… kembali pada tuhan yang tak bersekutu

Aku berharap sama
dia datang atas satu cinta
Satu kekuatan jiwa
Satu kesetiaan rasa
Satu_dalam hatinya
dalam dekapan Penguasa


Tess…
kristal kesedihan jatuh dari sudut mataku
Tess, tess, tess…
tambah deras ia membanjiri pilu
tak kuasa ku menahan haru
kala ku membuka lembaran bisu
setelah lama tak ku pangku
dan…kumembacanya dengan bibir kaku

Aku terpaku…
Surat yang Sulaiman ramu dengan basmalah
telah luntur digerogoti sejarah
Kata yang Sulaiman rangkai sehabis wudlu
telah lama sirna ditelan nafsu
Diksi yang Sulaiman pilih di sela-sela shalat
harus pupus dibelenggu bisikan setan terlaknat

rasa itu sudah tak seindah sulaman Nabi
yang selalu dihiasi dengan motiv rasa pada ilahi;
dapatkah kugapai cinta murni saat ini?




Ibu, Akulah Pemenang!

OLeh: Rara Zarary,XI IPS 4


Aku tak pernah tahu tentang keinginan Ibu-Bapakku. Seringkali mereka menyuruhku belajar lalu tidur sebagai waktu istirahat otak. Aku pun tak mengerti maksud hal itu. Atau mungkin mereka anggap aku masih terlalu dini untuk tahu apa yang sebenarnya mereka inginkan dariku.
Setiap hari, aku ruitn disediakan baju warna merah putih serta perlengkapan sekolah, sebagai tanda bahwa hari ini aku harus bersekolah. Ibulah yang memperhatikanku, sedangkan ayah, beliau pergi mencari nafkah, berangkat pagi pulang menjelang malam. Aku tak pernah sempat mencium takdzim tangannya sebagai ucap pamit dari buah hatinya, yang akan belayar di lautan ilmu, karena saat aku terbangun dari tidurku beliau sudah tak ada. Pernah aku mengutarakan pada ibu tentang keinginanku untuk sekedar bisa menyentuh tangan beliau, tapi ibu berkata, “Sudahlah, yang penting belajarlah dengan rajin!. Ayahmu akan sangat bahagia jika kau dapat menjadi pemenang”.
Akhirnya, aku mulai mengerti dengan keinginan orang tuaku. Dan malam itu, saat namaku dipanggil sebagai siswa teladan, pelukan hangat mereka mendekapku. Baru kali ini, erat tangan Bapak merengkuh tubuh kecilku. Mereka bahagia! Aku tahu itu dan aku mulai mengerti betapa bangganya mereka pada dunia.
****
Bayangan masa lalu itu selalu hadir
Bahkan angin pun menerpa, roboh pun mungkin
Karena ia adalah kemenangan bagi seorang gadis kecil
yang dulu hanya bisa merengek manja


Nyatanya waktu terlalu cepat berlalu, aku kini sudah dewasa. Masa SMP-ku sudah terlewatkan, dan lagi-lagi aku berhasil menjadi pemenang. Orang tuaku kembali menebar senyum bahagia.
SMAN 1 Bojonegoro, aku kalah pada nafsuku. Aku merasa gundah hingga membuatku tak betah di sekolah itu dan akhirnya aku meminta kepada Bapak untuk memindahkanku ke sebuah SMA di Madura.
Di sana, kurasakan ada sesuatu yang beda: Aku mudah dikenal, dipercaya sebagai pengrurus OSIS bahkan banyak teman-teman kelas yang sering menggodaku sebagai calon bintang kelas. Tapi entahlah, kenapa rasa gundah itu kembali hadir dalam sepi tanpa dzikir. Aku benci dengan rasa itu dan aku mencoba menahannya.Tapi tak bisa! Aku memutuskan untuk pindah sekolah. Aku ingin pergi ke tempat yang menjauhkanku dari para penjahat dunia, lelaki.
Saat itulah aku menjadi cacian ibu, tentang uang yang telah ku hamburkan dengan percuma. Masa depanku tak jelas, begitu kata ibu. Aku merasa tak dipahami. Dan vonis bahwa aku mengidap penyakit kanker, membuat ibu semakin memojokkanku. Ibu kian tak peduli dengan cita-cita besarku, menjadi seorang penulis handal.

Aku menangis, lukaku begitu perih
Ibuku yang telah mematikan hatiku
Adalah dia yang tak memahami bahasa hatiku


Semuanya seakan sia-sia, ibu kandungku saja tak peduli dengan cita-citaku, apalagi orang lain. Tapi menyerah begitu saja bukan karakterku. Demi pengorbanan Bapak aku akan tetap bertahan atas harapnya, agar aku kembali menjadi pemenang seperti di masa lalu.
***
Dengan menahan segala rasa penat, aku mengikuti segala macam kegiatan yang ada di sekolah baruku, sebuah sekolah swasta dengan fasilitas pas-pasan. Bahkan aku memaksakan diri untuk mengikuti salah satu kegiatan yang pasti akan sangat menguras tenaga dan fikiranku, tentu saja ini tak menutup kemungkinan akan memperah penyakitku. Tapi aku tak peduli, akan ku buktikan bahwa aku bisa kembali menjadi pemenang!.
Akhirnya, aku berhasil! Aku menjadi the best peserta dalam kegiatan itu. Tak sabar aku berlari pulang ke rumah, akan ku kabarkan berita bahagia ini. Senyum ibu pasti akan merekah kembali dan ayah pasti akan merengkuhku…….. Tapi…brakkk!!!
Sebuah benda keras menghantam tubuhku, lalu semuanya gelap……