Qurratul Aini, XII program Keagamaan
Rabu malam itu (11/3) sekitar pukul 17.30 WIB perwakilan pengurus OSIS, DPS, delegasi kelas X, tim proyek Lomba School Climate Challenge menuju Perpustakaan MA Putri, tempat yang disepakati berkumpul sebelum berangkat untuk study comparative ke SMAN 10 Malang.
Sebelum berangkat, kami sempat menanyakan pada ketua panitia study comparative ini tentang alasan memilih SMAN 10 Malang sebagai sasaran sekolah yang akan dikunjungi, gadis yang juga menjabat sebagai Divisi II DPS MA ini menjelaskan, "Rencana awal sebenarnya ke Gontor atau MAN 3 Malang. Tapi, karena ada usulan Kepala Madrasah ke SMA 10 Malang, kami menerimanya. Alasan Beliau karena SMA ini lebih menekankan pada kebersihan lingkungannya dan pemberdayaannya. Serta termasuk salah satu sekolah yang bertaraf internasional dalam dampingan Sampoerna Foundation. Kepala Sekolah kita kenal betul dengan Ibu Niken, Kepala SMA 10 ini."
Sambil meletakkan tasnya, rombongan duduk-duduk santai sambil berdiskusi kecil-kecilan, dari mengenai persiapan yang akan dibawa ke SMA yang telah mendapatkan juara I UKS tingkat nasional, program, pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan sampai cindera mata yang tampaknya masih belum siap secara matang disebabkan tidak sesuai pesanan. Pihak Madrasah menginginkan cindera mata itu bercirikhaskan Madura, tapi pesanan itu hanya berbentuk ukiran seperti bentuk ukiran di luar Madura lainnya, sehingga mereka harus memesan lagi sore hari sebelum keberangkatan. Untungnya, pihak pengrajin ukiran di daerah Karduluk dapat memenuhinya. Namun rupanya, tidak hanya cindera mata yang masih belum siap, tapi juga slide program OSIS yang sering kali hilang ketika dibuat. Eliza Umami, penanggung jawab slide ini dengan wajah kecewa menegaskan bahwa dia telah 4 kali membuatnya tapi selalu saja gagal. Bahkan karena slide ini, dia dan 3 teman lainnya hampir ketinggalan bus, sehingga Neng Ofi, sapaan akrab Wakamad Kesiswaan yang bernama lengkap Shofiyah, harus menjemput mereka.
Sekitar 3 jam peserta study comparative ini menunggu bus yang tidak kunjung datang. Mereka tampaknya mulai kelelahan. Akhirnya Farida, siswa kalong yang juga termasuk peserta, menelepon ke pihak kantor bahwa bus telah menunggu di depan MI Annuqayah. Dahi peserta yang tadinya berkerut, reflek merenggang sambil diikuti senyum manis mereka. Tepat pukul setengah 10 mereka berbondong-bondong sambil ditemani 3 pembimbing, Bapak Afif, Neng Ofi dan Ibu Salimah menuju MI Annuqayah. Sedangkan Kepala Sekolah akan langsung menyusul dari Malang ke SMAN 10 karena beliau masih mengikuti materi kuliahnya di UIN Malang untuk program S2.
Ketika sampai di daerah Brumbung, tiba-tiba gerak bus bergerak lambat. Pasalnya ada api di tengah-tengah jalan. Hampir 10 menit, api tetap menyala dan terlihat beberapa masyarakat membawa air untuk memadamkannya dan menimbuni tempat yang berjurang sebab api itu dengan batu. Akhirnya peserta diminta turun. Setelah jalan tampak rata kembali, peserta menaiki bus lagi.
Peserta mulai sibuk dengan aktivitas pribadi; makan malam, nonton nasyid, ngotak-atik ponsel, dan bercerita. Beberapa saat kemudian peserta dikagetkan dengan peserta di baris depan kedua yang mual-mual. Ketua panitia sibuk mencarikan kayu putih, pil antimo, dan plastik. Sebelum plastik itu diberikan, tiba-tiba, bau muntah menyeruak ke seluruh ruang. Muntah itu mengenai baju dan mengotori lantai bus. Wajah anak itu pucat pasi. Kemudian sambil mencari masjid, teman di sampingnya memijat-mijat lehernya. Setelah menemukan masjid, Neng Ofi dan Ibu Salimah membawanya turun. Kemudian, setelah anak itu ganti baju dan keluar dari gerbang masjid, hampir seluruh peserta study comparative yang melihatnya tertawa terbahak-bahak dan tersenyum cengingisan. Pasalnya, baju yang dikenakannya adalah kepunyaan Neng Ofi yang sangat feminim sedangkan anak itu tergolong tomboy. Ketika masuk bus, bukannya ditanyakan keadaannya, justru anak itu diledekin.
Pagi harinya, yakni hari Kamis (12/3), setelah shalat subuh di daerah Pandaan, sekitar pukul 07.00 peserta study comparative kelihatan tampak lesu. Kebanyakan dari mereka mabuk bahkan hampir dari separuh peserta. Mereka selalu memegang perut sambil mencium minyak kayu putih. Kelas XII agak kewalahan memijat-mijat leher mereka sambil menyodorkan roti yang diberikan pihak sekolah dari depan sampai belakang.
"Masak kita nggak mau berhenti, cari warung atau apalah? Perut kita kan masih belum terisi apalagi dalam perjalanan. Pasti yang nggak mabuk bakal ikut-ikutan mabuk," sanggah salah satu siswa kelas XI dari arah belakang. Rupanya, pihak Sekolah tidak ambil diam. Mereka langsung menginstruksikan pada sopir untuk mencari warung makan. Sebelum sampai di warung makan, tampak Kepala Sekolah dengan seragam cokelat mudanya berdiri menunggu di pinggir jalan. Ketika beliau masuk, sebagian peserta menyambutnya dengan suara kompak mereka. Sekitar 15 menit, warung makan prasmanan akhirnya ditemukan. Dengan antre, mereka mengambil nasi dan lauk sesuai keinginan mereka. Selesai makan, mereka kembali menaiki bus dengan semangat 45. Tenaga mereka kembali pulih.
Pada pukul 08.30 WIB, mereka memasuki sekolah yang tiap minggunya tidak pernah absen dari tamu untuk study comparative. Hampir seluruh halamannya ditanami tumbuh-tumbuhan yang hijau dan di pintu masuk, ada sekitar + 100 piala tertata rapi di dalam lemari berkaca. Kami disambut pihak sekolah dan siswa-siswa khusus untuk menyambut kedatangan kami. Kami dibawa ke aula di lantai 2. Di sana, banyak dipenuhi lambang UKS; dinding, taplak meja dan benderanya.
Saat memberikan sambutan, Kepala sekolah yang memakai kerudung ini sangat apresiatif dan komunikatif. Tidak jarang beliau mengulumkan senyum hangatnya untuk kami. "Sekolah ini baru didirikan 20 Oktober 1999. Kebetulan ada salah satu wali murid yang menjadi donatur yang awalnya hanya ingin merenovasi mushalla tapi ternyata beliau ketagihan untuk memberikan dana untuk pembangunan sekolah ini."
Acara kemudian dilanjutkan touring ke seluruh tempat di SMAN ini. Kami dibawa ke semua tempat; kantin yang menjual makanan-makanan anti plastik, perpustakaan, ruang UKS, tempat pembuatan kompos, tempat penyimpanan jamur, kebun, mushalla, tempat beribadah siswa Kristen, ruang OSIS, laboratorium bahasa, laboratorium IPA, dan lain-lain. "Lingkungan ini cukup terawat karena di sini ada progja (program kerja) yang mengurusi semua itu dan setiap progja ada pembimbing yang sudah profesional yang dijadikan dewan konsultan," tutur ketua UKS yang beragama Kristen ini saat kami duduk-duduk santai di bawah pohon di depan kantor OSIS.
40 menit acara touring selesai dan kami memasuki aula. Sebelum acara sharing, seluruh peserta menuju meja makan untuk mengambil makan siang. Kemudian, acara sharing dimulai. Ketua OSIS-MPK Malang dan OSIS-DPS MAPi dipersilakan ke meja depan. Ketika mereka telah mempresantasikan sebagian program, peserta diperkenankan bertanya. Peserta cukup banyak yang mengacungkan tangan. Mereka bertanya mengenai hubungan MPK-OSIS, program pramuka, PMR yang tidak ada di bawah koordinasi UKS. Dengan tegas sembari tersenyum, Chan sapaan ketua MPK memberikan tanggapan, "Secara struktural, MPK memang lebih tinggi dari OSIS tapi secarafungsional kami tidak ada bedanya. Jadi, kami harus kerja bareng." Sedangkan mengenai kepramukaan, Agni, ketua pramuka menjawabnya, "Sebenarnya ada banyak program; kemah, penjelajahan, panjat tebing dan lain-lain." "UKS sangat beda dengan PMR. UKS itu bukan untuk menyembuhkan orang sakit, tapi sebagai wahana konsultasi kesehatan. Jadi, kami harus banyak mempunyai relasi teruma dengan pihak dokter, puskesmas, dan masyarakat," papar ketua UKS, siswa kelas XI. Walaupun masih banyak yang ingin ditanyakan, karena keterbatasan waktu, akhirnya MC harus mengkhiri acara itu dengan pembacaan hamdalah.
Kemudian dilanjutkan dengan pemberian kenang-kenangan dari MAPi ke SMAN 10 Malang. Bapak Naqib menyerahkannya kepada Ibu Niken. Sebagian murid Ibu Niken dengan antusias memintanya untuk membukanya. Seketika, wajah Ibu Niken tampak berseri-seri melihat ukiran khas Madura yang bergambarkan kuda itu sambil tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih. Pemberian kenang-kenangan kedua dari OSIS MAPi ke OSIS sekolah yang akan mengikuti lomba UKS tingkat nasional besok harinya. Ketika Ketua OSIS, Ajib, siswa kelas XI IPS membukanya sambil berkata, "Album yang terbuat dari bahan bekas ini akan kami jadikan contoh dalam program reduce. Terimakasih sudah memberikan inspirasi pada kami," tegasnya sambil mengangkat pemberian kami untuk memperlihatkannnya ke seluruh audience. Dilanjutkan acara foto bareng. Untuk yang pertama bersama Ibu Niken di depan lambang UKS di aula itu. Sedangkan yang kedua, bersama pengurus OSIS di samping pintu masuk sekolah.
Setelah selesai, mereka mengantarkan kami sampai ke tempat parkir bus. Sambil melambai-lambaikan tangan, bus kami mulai meninggalkan sekolah SMAN yang beralamat di Danau Grati No. 01. Setelah acara study comparative, kami mengunjungi Sengkaling dan pusat pembelanjaan di MATOS. Dan kami tiba di Annuqayah Jum’at dini hari (13/03) pukul 03.15 WIB.
Rabu malam itu (11/3) sekitar pukul 17.30 WIB perwakilan pengurus OSIS, DPS, delegasi kelas X, tim proyek Lomba School Climate Challenge menuju Perpustakaan MA Putri, tempat yang disepakati berkumpul sebelum berangkat untuk study comparative ke SMAN 10 Malang.
Sebelum berangkat, kami sempat menanyakan pada ketua panitia study comparative ini tentang alasan memilih SMAN 10 Malang sebagai sasaran sekolah yang akan dikunjungi, gadis yang juga menjabat sebagai Divisi II DPS MA ini menjelaskan, "Rencana awal sebenarnya ke Gontor atau MAN 3 Malang. Tapi, karena ada usulan Kepala Madrasah ke SMA 10 Malang, kami menerimanya. Alasan Beliau karena SMA ini lebih menekankan pada kebersihan lingkungannya dan pemberdayaannya. Serta termasuk salah satu sekolah yang bertaraf internasional dalam dampingan Sampoerna Foundation. Kepala Sekolah kita kenal betul dengan Ibu Niken, Kepala SMA 10 ini."
Sambil meletakkan tasnya, rombongan duduk-duduk santai sambil berdiskusi kecil-kecilan, dari mengenai persiapan yang akan dibawa ke SMA yang telah mendapatkan juara I UKS tingkat nasional, program, pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan sampai cindera mata yang tampaknya masih belum siap secara matang disebabkan tidak sesuai pesanan. Pihak Madrasah menginginkan cindera mata itu bercirikhaskan Madura, tapi pesanan itu hanya berbentuk ukiran seperti bentuk ukiran di luar Madura lainnya, sehingga mereka harus memesan lagi sore hari sebelum keberangkatan. Untungnya, pihak pengrajin ukiran di daerah Karduluk dapat memenuhinya. Namun rupanya, tidak hanya cindera mata yang masih belum siap, tapi juga slide program OSIS yang sering kali hilang ketika dibuat. Eliza Umami, penanggung jawab slide ini dengan wajah kecewa menegaskan bahwa dia telah 4 kali membuatnya tapi selalu saja gagal. Bahkan karena slide ini, dia dan 3 teman lainnya hampir ketinggalan bus, sehingga Neng Ofi, sapaan akrab Wakamad Kesiswaan yang bernama lengkap Shofiyah, harus menjemput mereka.
Sekitar 3 jam peserta study comparative ini menunggu bus yang tidak kunjung datang. Mereka tampaknya mulai kelelahan. Akhirnya Farida, siswa kalong yang juga termasuk peserta, menelepon ke pihak kantor bahwa bus telah menunggu di depan MI Annuqayah. Dahi peserta yang tadinya berkerut, reflek merenggang sambil diikuti senyum manis mereka. Tepat pukul setengah 10 mereka berbondong-bondong sambil ditemani 3 pembimbing, Bapak Afif, Neng Ofi dan Ibu Salimah menuju MI Annuqayah. Sedangkan Kepala Sekolah akan langsung menyusul dari Malang ke SMAN 10 karena beliau masih mengikuti materi kuliahnya di UIN Malang untuk program S2.
Ketika sampai di daerah Brumbung, tiba-tiba gerak bus bergerak lambat. Pasalnya ada api di tengah-tengah jalan. Hampir 10 menit, api tetap menyala dan terlihat beberapa masyarakat membawa air untuk memadamkannya dan menimbuni tempat yang berjurang sebab api itu dengan batu. Akhirnya peserta diminta turun. Setelah jalan tampak rata kembali, peserta menaiki bus lagi.
Peserta mulai sibuk dengan aktivitas pribadi; makan malam, nonton nasyid, ngotak-atik ponsel, dan bercerita. Beberapa saat kemudian peserta dikagetkan dengan peserta di baris depan kedua yang mual-mual. Ketua panitia sibuk mencarikan kayu putih, pil antimo, dan plastik. Sebelum plastik itu diberikan, tiba-tiba, bau muntah menyeruak ke seluruh ruang. Muntah itu mengenai baju dan mengotori lantai bus. Wajah anak itu pucat pasi. Kemudian sambil mencari masjid, teman di sampingnya memijat-mijat lehernya. Setelah menemukan masjid, Neng Ofi dan Ibu Salimah membawanya turun. Kemudian, setelah anak itu ganti baju dan keluar dari gerbang masjid, hampir seluruh peserta study comparative yang melihatnya tertawa terbahak-bahak dan tersenyum cengingisan. Pasalnya, baju yang dikenakannya adalah kepunyaan Neng Ofi yang sangat feminim sedangkan anak itu tergolong tomboy. Ketika masuk bus, bukannya ditanyakan keadaannya, justru anak itu diledekin.
Pagi harinya, yakni hari Kamis (12/3), setelah shalat subuh di daerah Pandaan, sekitar pukul 07.00 peserta study comparative kelihatan tampak lesu. Kebanyakan dari mereka mabuk bahkan hampir dari separuh peserta. Mereka selalu memegang perut sambil mencium minyak kayu putih. Kelas XII agak kewalahan memijat-mijat leher mereka sambil menyodorkan roti yang diberikan pihak sekolah dari depan sampai belakang.
"Masak kita nggak mau berhenti, cari warung atau apalah? Perut kita kan masih belum terisi apalagi dalam perjalanan. Pasti yang nggak mabuk bakal ikut-ikutan mabuk," sanggah salah satu siswa kelas XI dari arah belakang. Rupanya, pihak Sekolah tidak ambil diam. Mereka langsung menginstruksikan pada sopir untuk mencari warung makan. Sebelum sampai di warung makan, tampak Kepala Sekolah dengan seragam cokelat mudanya berdiri menunggu di pinggir jalan. Ketika beliau masuk, sebagian peserta menyambutnya dengan suara kompak mereka. Sekitar 15 menit, warung makan prasmanan akhirnya ditemukan. Dengan antre, mereka mengambil nasi dan lauk sesuai keinginan mereka. Selesai makan, mereka kembali menaiki bus dengan semangat 45. Tenaga mereka kembali pulih.
Pada pukul 08.30 WIB, mereka memasuki sekolah yang tiap minggunya tidak pernah absen dari tamu untuk study comparative. Hampir seluruh halamannya ditanami tumbuh-tumbuhan yang hijau dan di pintu masuk, ada sekitar + 100 piala tertata rapi di dalam lemari berkaca. Kami disambut pihak sekolah dan siswa-siswa khusus untuk menyambut kedatangan kami. Kami dibawa ke aula di lantai 2. Di sana, banyak dipenuhi lambang UKS; dinding, taplak meja dan benderanya.
Saat memberikan sambutan, Kepala sekolah yang memakai kerudung ini sangat apresiatif dan komunikatif. Tidak jarang beliau mengulumkan senyum hangatnya untuk kami. "Sekolah ini baru didirikan 20 Oktober 1999. Kebetulan ada salah satu wali murid yang menjadi donatur yang awalnya hanya ingin merenovasi mushalla tapi ternyata beliau ketagihan untuk memberikan dana untuk pembangunan sekolah ini."
Acara kemudian dilanjutkan touring ke seluruh tempat di SMAN ini. Kami dibawa ke semua tempat; kantin yang menjual makanan-makanan anti plastik, perpustakaan, ruang UKS, tempat pembuatan kompos, tempat penyimpanan jamur, kebun, mushalla, tempat beribadah siswa Kristen, ruang OSIS, laboratorium bahasa, laboratorium IPA, dan lain-lain. "Lingkungan ini cukup terawat karena di sini ada progja (program kerja) yang mengurusi semua itu dan setiap progja ada pembimbing yang sudah profesional yang dijadikan dewan konsultan," tutur ketua UKS yang beragama Kristen ini saat kami duduk-duduk santai di bawah pohon di depan kantor OSIS.
40 menit acara touring selesai dan kami memasuki aula. Sebelum acara sharing, seluruh peserta menuju meja makan untuk mengambil makan siang. Kemudian, acara sharing dimulai. Ketua OSIS-MPK Malang dan OSIS-DPS MAPi dipersilakan ke meja depan. Ketika mereka telah mempresantasikan sebagian program, peserta diperkenankan bertanya. Peserta cukup banyak yang mengacungkan tangan. Mereka bertanya mengenai hubungan MPK-OSIS, program pramuka, PMR yang tidak ada di bawah koordinasi UKS. Dengan tegas sembari tersenyum, Chan sapaan ketua MPK memberikan tanggapan, "Secara struktural, MPK memang lebih tinggi dari OSIS tapi secarafungsional kami tidak ada bedanya. Jadi, kami harus kerja bareng." Sedangkan mengenai kepramukaan, Agni, ketua pramuka menjawabnya, "Sebenarnya ada banyak program; kemah, penjelajahan, panjat tebing dan lain-lain." "UKS sangat beda dengan PMR. UKS itu bukan untuk menyembuhkan orang sakit, tapi sebagai wahana konsultasi kesehatan. Jadi, kami harus banyak mempunyai relasi teruma dengan pihak dokter, puskesmas, dan masyarakat," papar ketua UKS, siswa kelas XI. Walaupun masih banyak yang ingin ditanyakan, karena keterbatasan waktu, akhirnya MC harus mengkhiri acara itu dengan pembacaan hamdalah.
Kemudian dilanjutkan dengan pemberian kenang-kenangan dari MAPi ke SMAN 10 Malang. Bapak Naqib menyerahkannya kepada Ibu Niken. Sebagian murid Ibu Niken dengan antusias memintanya untuk membukanya. Seketika, wajah Ibu Niken tampak berseri-seri melihat ukiran khas Madura yang bergambarkan kuda itu sambil tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih. Pemberian kenang-kenangan kedua dari OSIS MAPi ke OSIS sekolah yang akan mengikuti lomba UKS tingkat nasional besok harinya. Ketika Ketua OSIS, Ajib, siswa kelas XI IPS membukanya sambil berkata, "Album yang terbuat dari bahan bekas ini akan kami jadikan contoh dalam program reduce. Terimakasih sudah memberikan inspirasi pada kami," tegasnya sambil mengangkat pemberian kami untuk memperlihatkannnya ke seluruh audience. Dilanjutkan acara foto bareng. Untuk yang pertama bersama Ibu Niken di depan lambang UKS di aula itu. Sedangkan yang kedua, bersama pengurus OSIS di samping pintu masuk sekolah.
Setelah selesai, mereka mengantarkan kami sampai ke tempat parkir bus. Sambil melambai-lambaikan tangan, bus kami mulai meninggalkan sekolah SMAN yang beralamat di Danau Grati No. 01. Setelah acara study comparative, kami mengunjungi Sengkaling dan pusat pembelanjaan di MATOS. Dan kami tiba di Annuqayah Jum’at dini hari (13/03) pukul 03.15 WIB.