Senin, 10 Januari 2011

Menulislah!

Menulis apa? APA AJA
Kapan? KAPAN AJA
Dimana? DIMANA AJA

”anda bukanlah putri raja ataupun perdana menteri, jadi, menulislah!”
Scripta manent verba volant
Yang tertulis akan tetap meng-abadi
Yang terucap akan berlalu bersama angin

Menulis, kedengarannya sederhana. Tak ada yang wah dan istimewa. St…, tapi tunggu dulu menjalani profesi ini tidaklah semudah yang kita piker, rumit, pelik, dan tak mudah hanya sekedar bicara dan dikata. Ia butuh tenaga untuk berlari, butuh pengetahuan memburu nalar, dan butuh kehendak lepas, liar, binal dan leluasa untuk merengkuh dan menggenggamnya erat-erat. Siapa saja boleh menulis, menulis apa saja, sekenanya, se kenyang-kenyangnya dan sepuas-puasnya.
(mohon erhatikan sejenak!)...
Tahukah dan sadarkah anda, sederhananya kegiatan menulis telah akrab kita tekuni, mengakar dan kerap kita lakoni dalam kehidupan se-hari-hari. Ma daliluhu? Marikita refresh, review kembali rekam sejak 13 tahun yang lalu, ketika kita baru mengenal abjad, aksara, fasih memegang ujung pena, ada saja yang muncul kepermukaan, mecuat-cuat, melompat-lompat, dan menari-nari memaksa keluar-dituliskan; dimana saja kita berada, kapan saja dan tulisan tentang apa saja. KITA BEGITU LIAR. Kemudian setelah berlanjut ke endidikan selanjutnya, lagi-lagi semakin berat tekanan yang mau tidak mau memaksa kita untuk selalu menulis, menulis dan menulis. Ingin saya ungkapkan lagi disini ia telah menDARAH DAGING. Oh tuhan jika tak salah kiranya saya berpendapat, ingin rasanya diri ini mengikrarkan bahwa ”BUKUKU NAFASKU, BUKUKU RUHKU, BUKUKU SEGALA-GALANYA DALAM HIDUPKU”
menulis dalam hal ini, saya jadi teringat salah satu berita di harian kompas, tepatnya bulan sepember tahun lalu, disana dikabarkan ada seorang bocah unur 10 tahun, Amirul Izzal Ghafar namanya. Ia telah berani menelorkan sebuah buku berjudul’pantang menyerah’. Mula-mula ini hanya berangkat dari ketekunannya membaca dan menuangkan hasil bacaanya dalam sebuah buku, yang kemudian langsung diketik ke laptopayahnya, dan setelah tulisannya tuntas, ia memberanikan diri untuk ikut lomba mengarang tingkat nasional. Dan yup, fantastic, alhamdulillah, ia langsung ia langsung diundang oleh penerbit untuk bersedia ”teken kontrak” untuk terbitan bukunya. Hm, ”sekarang aku bisa beli laptop sendiri, tak perlu pinjam punya ayah lagi” ungkapnya.
Hal semacam diatas sangat fenomena. Bocah ingusan saja telah bisa menari-nari dengan imajinasi dan kreatfitasnya, mengapa kita harus kalah dan angkuh mengatakan TIDAK!. Sadari itu, saya juga teringat Footter dari sesepuh enulis Annuqayah, beliau berdawuh,”menulislah! Dengan menulis, berpuluh-puluh persen dari urat syaraf otak manusia yang tegang, akan kembali lentur dan kendor. Sehingga 10 tanda penuaan pada wajah akan selalu berkuarang. He...apa betul? So, nulis aa dech biar muka kelihatan babyface..
Yah, hanya itulah yang saya ingin sampaikan dalam egamangan hati ini. Terus berkali-kali saya rotes ada diri sendiri, masihkah saya tidak menulis, padahal titah waktu sinta Yudhisia sama dengan titah waktu saya. Masihkah saya tidak menulis, padahal saya mahir menulis. Mari, mati jalankan pena, ubah kembali aradigma dan mari kita mulai menyusun kata. Sekali lagi, mari menulis, sahabatku!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar