Senin, 21 Desember 2009

BERLALUKAH BADAI ITU

Oleh:BEEHIVE CLASS XII IPS 2

Sinar mentari yang muncul dari ufuk timur menyinari hatiku,menemani juiwa yang sepi,dan menghangatkan raga yang dingin akan kasih sayang setelah usia remaja menyapaku,kebersamaan yang sempurna,takkan pernah tertelan oleh jarak,aku gadis manis,mungil,penuh enerjik,tak bosan-bosan tersenyum mengenang masa lalu yang begutu indah.dimana sebuah keluarga kecil yang tinggal digubuk tua ,selalu memberi kehangatan ya…! Layaknya sinar matahari yang tak pernah lelah menyinari dunia dengan sinarnya

***
Masa itu tak pernah hilang dari pikiranku,hati ,jiwa dan mataku.sekalipun aku jauh dari keluarga kecilku!tapi, mereka tetap ku ingaat dan selalu tersimpan di hatiku.ingin kubertemumereka, merebahkan kepala dipangkuan ibu ,bercanda tawa bersama adik-adikku,dan berada dalam pelukan ayah.setiaknya!pertanyaan itu selalu berfolusi dalam otakku, akupun tak bisa menjawabnya .aku gamang dengan pertanyaanku sendiri

***
Kerinduan yang begitu mendalam, membuatku tak bisa membendung air mta.tetesan demi tettesan membasahi hijab yangku pakai.sudah dua tahun aku tak pernah pulang kampung halamanku.tepat pada hari ultah yang ke-17 ibuku! Memberi kabar bahwa ayahku telah berangkat ke luar negri{arab saudi} untuk mencari nasab dan biaya kuliahku nanti.sungguh hatiku hancur,badanku terasa remuk mendengar berita itu!.masalah ekonomi yang melanda keluarga ku saat ini, membuat ayah tega mennggalkan kami,akuhanya bisa pasrah dan berharap ayah sehat dan selamat dinegri orang.
Kapergian ayah membuat hari-hariku terasa hambar.aku bosan pada dunia ini yang tak berpihak padaku ,apalagi banyak guru-guru disekolahmenjelaskan bahwa perselingkuhan itu terjadidikarnakan hilangnya kebersamaan,ya ! contohnya keluargaku ayah dan ibuku terpisahkarena jarak yang memisahkan.aku bosan mendengar semua cerita itu,aku hanya bisa menangis dan mencurahkan pada yang kuasa,agar keluargaku tetap utuh.dan apa yang di katakan guruku!takkan terjadi pada keluargaku

***
Hari hari tlah kulalui tanpa sesosok lelaki yang tegas didalam keluargaku.aktifitasku kacau balau mendengar berita kepergian ayah. Aku tetap tidak bisa menerima kenyataan ini. Aku butuh pengokoh, penyanggah, agar aku tetap bisa berdiri dan menjalani kehidupnku. Raut wajah Ibu yang redup dengan tutur kata yang lembut, muncul di depan mataku. Tak terasa butiran bening jatuh membasahi kertas di atas mejaku. Konsentrasiku buyar, hanya bayangan Ibu yang tetap dalam pikiranku.
Sedang apa Ibu di sana? Bagaimana Ibu menghadapi masalah tanpa Ayah di sisinya? Akankah Ibu tetap tersenyum pada dunia? Aku sangat mengkhawatirkan Ibu! Sungguh aku bingung dan bimbang. Bagaimana mengatasi masalah keluargaku? Apalagi mengingat pernyataan dari guruku! Tubuhku tiba-tiba melepuh dan tetesan bening itu mengalir tiada henti. Sungguh berat ujian hidup ini! Rasanya dunia akan menghimpitku! Apalagi, saudaraku masih kecil-mungil. Mereka

***
Di Pesantren salafiah Jombang, aku selalu sakit. Aktivitasku terhambat di sekolah. Banyak pelajaran yang tertinggal. Hingga suatu hari, tepat tanggal 30 Mei 2004, aku mendapat surat dari Ibu. Kedatangan surat Ibu memberiku kekuatan. Yang dulunya enggan beraktivitas, kini kekuatanku pulih kembali.
***
Satu bulan telah kulewati. Surat itu tetap tersimpan rapi di dalam lemari. Disaat aku rindu dan kekuatanku down, aku mengulang membaca surat itu. Surat itu merupakan jimat untuk diriku, sekaligus kekuatanku. Tapi, tetap saja pikiran yang tidak-tidak tentang hilangnya kebersamaan itu selalu ada dalam otakku! Aku mencoba menepis semua itu, tapi tak bisa! Karena sudah tak kuat memendam pikiran itu, akhirnya, aku memberanikan diri untuk menelepon Ayah. Aku terisak. Ayah pun ikut terisak.
“wis toh nak. Dhunga’no ae, beno Ayah lekas moleh ghowo duwek seng akeh. Beno awakmu gak nelongso. Beno podho bhek konco-koncomu seng laen. Lan gak usah mikirno seng macem-macem. Ayah gak kiro koyok ngono. Ayah seng sayang neng Ibukmu lan kabeh keluarga.” kata Ayah waktu itu. Lega rasanya mendengar pernyataan itu dari Ayah. Dunia terasa melepaskan himpitannya.
***
Semula aku tak punya rasa percaya diri. Karena aku tak sama seperti teman-temanku yang lain. Dan aku sempat berpikir tak akan pulang ke kampung halamanku. Karena buat apa juga pulang? Tak ada Ayah! Tapi pikiran itu aku rubah, karena aku bukan hanya merindukan Ayah. Tapi juga Ibu dan keluargaku di sana.
Pondok Pesantren tempatku meneguk ilmu, membuatku ingin selalu memeluk dan selalu mengucapkan terima kasih pada Ayah dan Ibu. Aku sadar, itu bukan cara yang tepat untuk berterima kasih pada mereka. Layaknya anak kecil saja! Ingin selalu berpelukan. Hingga tiba pada waktu yang mendebarkan. Yaitu pengumuman peringkat kelas dan hari libur panjang Ramadlan. Suara mikrofon membahana di aula sekolah Pesantren. Seolah terdengar hingga ke penjuru dunia. Jantungku berdegub kencang seperti gendrang yang mau perang (Dewa 19). Saat nama-nama orang yang mendapat peringkat disebutkan. Ternyata namaku disebut. Aku mendapat peringkat pertama.
Kebahagiaan kembali memelukku. Sekalipun kesedihan masih mempererat genggamannya. Tapi, tetap tidak bisa merubah perasaanku. Apalagi melihat teman-temanku bercanda bersama keluarganya. Hatiku merasa teriris. Aku merindukan masa itu. Masa yang tak kan pernah hilang dalam sanubariku.
Ak mencoba tegar dan menghapus kesedihan yang tetap bercokol dalam otak dan perasaanku. Karena kusadar “no body is perfect in this world” (tak ada seorang pun yang sempurna di dunia ini). Sedikit demi sedikit aku mulai mengikhlashkan semua yang terjadi padaku. Karena kuyakin badai pasti berlalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar