Qurratul Aini, XII program Keagamaan
Akhirnya, siswa kelas XII PK bisa merampungkan karya tulis ilmiah yang berupa paper di awal bulan Maret. Jam istirahat kemarin (01/03) mereka harus rela berdesak-desakan antre di kantor PK agar paper mereka segera disahkan dengan pihak madrasah yang hanya tinggal distempel. Paper itu sudah ditanda-tangani oleh masing-maisng pembimbing, Wakamad. Bag. Keagamaan dan Kepala MAPi. "Paper ini sudah diinstruksikan jauh-jauh hari sebelumnya agar lebih siap dan tidak molor menyetorkannya seperti tahun-tahun sebelumnya," tutur Bapak Husnan selaku Wakamad. Bag. Keagamaan.
Paper kali ini berbeda denga tahun sebelumnya. Pasalnya tahun ini, paper adalah syarat untuk mengikuti UAN, bukan syarat kelulusan seperti tahun-tahun kemarin. Hal ini yang menjadikan siswa PK lebih rajin dan fokus untuk menyelesaikannya sesuai dengan deadline yang ditentukan. "Saya sudah terbiasa tidur di atas jam 12 malam. Kalau nggak gitu, saya takut tidak ikut UAN," kata Nur Imamah di sela-sela kesibukannya pada paper bahasa Arabnya.
Ketika kami meminta Aan, gadis kelahiran Pamekasan untuk bercerita tentang perjalanan papernya yang hanya dikerjakan selam 5 hari, dengan wajah yang cukup berbinar, dia menceritakan. Sebenarnya, dia telah menyetorkan judul 5 bulan sebelumnya. Namun, sudah 2 judul ditolak. Pasalnya, judulnya tidak menarik dikaji dan sudah umum ditulis. Pembimbing memintanya untuk benar-benar maksimal dalam pembahasan dan penyajian data sekalipun tanpa harus diterjemah ke dalam bahasa Inggris. Hal itu, cukup men"down"kannnya selama beberapa mingu. Namun, baru sejak tanggal 21 Pebruari lalu, dia bangkit kembali. Dia tetap mengerjakan papernya sekalipun dalam keadaan sakit hingga absen 3 hari di kelasnya.
Beda halnya dengan Thayyibah yang mendapatkan dispensasi perpanjangan waktu selama 1 minggu. Dispensasi itu harus perlu perjuangan yang tidak mudah. Dia harus mondar-mandir dari rumah Bapak Husnan dan K.Wadud, pembimbingnya. Menurutnya, dia telah cukup gigih memperjuangkannya. Dia bukannya tidak merampungkan papernya, namun masih belum ditashih oleh pembimbing. "Waktu yang diberikan pembimbing sangat terbatas karena harus mengoreksi milik 3 teman saya. Beliau juga sibuk," tandasnya. Sebenarnya, tidak hanya Thayyibah yang mendapatkan dispensasi, ada 4 siswa lain yang kasusnya hampir sama. Salah satu dari mereka, sebut saja Suaidah telah revisi beberapa kali. Dia juga sudah ganti 2 judul. Namun, karena banyaknya kesalahan dan kesulitan mengubahnya, akhirnya, dia harus ganti judul, bahasa dan juga pembimbing. "Cukup menguras pikiran dan tenaga".
"Paper adalah langkah awal menulis skripsi. Kadang menyebalkan, kadang menantang," papar Salamaniatun yang menjabat sebagai Redaksi Pelaksana dalam majalah Inspirasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar